Pentingnya Membangun Industri Otomotif Nasional yang Kompetitif
Indonesia perlu menunjukkan aksinya ketika gempuran berbagai jenama asal China, Korea Selatan bersaing di pasar otomotif tanah air.
Selain itu, pelatihan tenaga kerja di bidang manufaktur EV, perawatan baterai, dan teknologi digital sangat diperlukan untuk bisa ikut berpartisipasi dalam industri tersebut.
Selain itu, kerja sama dengan politeknik serta perusahaan-perusahaan otomotif baik dari China, Jepang dan Korea Selatan bisa menjadi langkah awal untuk memupuk pondasi yang kuat di masa mendatang.
Selain memupuk SDM yang unggul dalam terciptanya ekosistem kendaraan yang asli dari Indonesia, pemerintah juga perlu memberikan perhatian terhadap daya beli kendaraan untuk pasar lokal seperti keringanan PPnBM atau kredit berbunga rendah.
Ketergantungan terhadap satu negara juga harus dihindari, sehingga Indonesia tidak hanya bergantung kepada satu negara. Hal tersebut bisa mulai dieksplor dengan menjajaki kerja sama dengan Korea Selatan, India, atau negara industri lain yang kooperatif.
Untuk bisa bersaing di industri yang sedang mengarah ke kendaraan ramah lingkungan, pemerintah perlu menghadirkan fasilitas penunjang seperti SPKLU yang juga harus dipercepat.
"Semula target 31.000 unit pada 2030 perlu ditingkatkan, idealnya mencapai 50.000 unit, dengan memastikan listriknya berasal dari sumber energi terbarukan, seperti PLTS atau PLTA, guna mendukung ekosistem EV yang berkelanjutan," lanjut dia.
Meski begitu, dia menilai adanya berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh Indonesia ketika hendak memproduksi kendaraan anak bangsa seperti koordinasi antar-instansi yang sering terhambat oleh kerumitan, tumpang - tindih birokrasi, kekurangan modal dan teknologi hingga high cost economy yang kerap terjadi.