Kompetisi Sepakbola Usia Muda Jadi Penggerak Industri Olahraga Nasional
Kompetisi sepakbola usia muda tidak hanya sebuah ajang pencarian bakat tapi bisa jadi salah satu penggerak industri olahraga nasional.
"Berbicara soal industri, pasti bicara faktor ekonomi. Menggelar jika tidak menguntungkan, tentu tidak akan dilanjutkan. Namun, ini bisa berlanjut, berarti ada potensi keuntungan ekonomi di situ," katanya.
Operator sepakbola usia dini seperti Liga Topskor, Indonesia Grassroot Championship, dan lebih 15 operator yang berhimpun dalam APSUMSI (Asosiasi Pembina Sepak Bola Usia Muda Seluruh Indonesia) antara lain FORSGI, BLiSPI, GEAS Indonesia, Komunitas Jujur, FOSSBI, Fosbolindo, GoBolaBali, ASBI, Liga Sentra, SBAI, Dream Come True (DCT), dan lainnya.
Yang mana, masing-masing operator tersebut setiap tahunnya menggelar kompetisi berjenjang mulai dari seri daerah hingga seri Nasional dengan rata-rata pelibatan per operator lebih dari 2000 atlet. Jumlah tersebut belum termasuk tim pendukung maupun keikutsertaan orang tua.
Operator tersebut, hidup bukan hanya dari biaya pendaftaran, tetapi ada juga yang sudah langgeng dengan sponsor Utama maupun pendamping di masing-masing Liga atau kompetisi. Artinya, lanjut Isnanta, industri sepak bola kelompok umur ini berjalan di Indonesia.
[Baca juga: FORNAS Membuktikan Industri Olahraga Masyarakat Bisa Memberikan Dampak Ekonomi]
Bayangkan, jika satu klub dalam satu event membayar biaya pendaftaran di kisaran Rp500 ribu saja, sementara ada ribuan klub yang ikut serta.